Metro  

SMSI Sulsel Gagas Pengusulan Jenderal M Jusuf sebagai Pahlawan Nasional

Bagikan

MAKASSAR – Sejarah bukan sekadar barisan tanggal dan peristiwa yang tersimpan dalam lembaran buku. Ia adalah cermin bagi generasi penerus, sebuah suluh yang menerangi jalan menuju masa depan.

Di antara tokoh-tokoh besar yang jejak perjuangannya nyaris tertutup debu waktu, nama Jenderal TNI (Purn) Andi Muhammad Jusuf Amir bersinar kembali. Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Sulawesi Selatan berinisiatif mengusulkan nama beliau sebagai Pahlawan Nasional, sebuah langkah yang bukan hanya mengabadikan jasa-jasanya, tetapi juga menyulam kembali benang merah sejarah bagi anak bangsa.

Ketua SMSI Sulsel, Rasid Alfarizi menegaskan, pengusulan gelar pahlawan untuk almarhum Jenderal Jusuf didasarkan pada kajian mendalam dan berbagai pertimbangan historis. Menurutnya, Jenderal Jusuf bukan sekadar seorang tokoh militer atau pejabat pemerintahan, tetapi juga sosok yang memiliki integritas tinggi, keteladanan moral, serta jasa besar dalam menjaga keutuhan bangsa.

“Potongan-potongan sejarah perjuangan Jenderal Jusuf, saya kira sangat menarik dikumpulkan dan menjadi pembelajaran bagi kaum milenial untuk meneladani sikap almarhum. Dengan mengusulkan almarhum sebagai pahlawan, akan lebih mudah bagi generasi muda untuk merekam jejak keteladanan beliau,” ujar Rasid, yang akrab disapa Achi.

Langkah SMSI Sulsel ini juga melanjutkan upaya yang sempat dirintis Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan pada 2018 di bawah kepemimpinan Gubernur Syahrul Yasin Limpo. Saat ini, Dinas Sosial Sulsel yang dipimpin Andi Ilham Gazaling telah membentuk Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) untuk mendukung pengusulan ini.

Jenderal Jusuf: Prajurit, Menteri, dan Pengawal Keadilan

Lahir di Kajuara, Bone, pada 23 Juni 1928, Jenderal Muhammad Jusuf—yang di masa muda dikenal dengan nama Andi Mo’mang—merupakan figur militer dan pemerintahan yang meninggalkan jejak mendalam dalam sejarah Indonesia. Ia menjabat sebagai Panglima ABRI ke-7 sekaligus Menteri Pertahanan Keamanan pada periode 1978–1983, serta empat kali dipercaya menjadi Menteri Perindustrian di era Presiden Soekarno dan Soeharto.

Sebagai keturunan bangsawan Bugis, Jenderal Jusuf melakukan langkah berani pada 1957 dengan melepaskan gelar kebangsawanannya. Keputusan ini bukan sekadar simbolis, tetapi cerminan dari prinsip egaliter yang ia pegang teguh. Ia ingin dikenang bukan karena darah biru, melainkan karena perjuangannya untuk bangsa dan rakyat.

Di dunia militer, kariernya diawali di Angkatan Laut, namun kemudian beralih ke Angkatan Darat. Jusuf turut serta dalam berbagai operasi penting, termasuk melawan pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) dan berperan dalam pergolakan Permesta. Namun, yang membedakan Jenderal Jusuf dari banyak tokoh lainnya adalah kepiawaiannya dalam membaca situasi politik dan strateginya dalam menjaga persatuan bangsa.

Keteladanan yang Tak Lekang oleh Waktu

Dalam berbagai jabatan yang diembannya, Jenderal Jusuf selalu dikenal sebagai sosok sederhana dan dekat dengan rakyat. Ia memiliki pandangan bahwa kekuasaan bukanlah alat untuk memperkaya diri, melainkan amanah untuk mensejahterakan masyarakat.

Pengusulan Jenderal Jusuf sebagai Pahlawan Nasional bukan hanya tentang mengukuhkan statusnya dalam sejarah, tetapi juga tentang menegaskan nilai-nilai kepemimpinan yang harus diwarisi oleh generasi penerus. Dalam era yang penuh dengan tantangan baru, keteladanan seperti yang ditunjukkan oleh Jenderal Jusuf menjadi semakin relevan.

Sebagaimana sejarah tidak boleh dibiarkan pudar, jasa seorang pahlawan pun harus tetap dikenang. Langkah SMSI Sulsel bukan sekadar perjuangan administratif, tetapi sebuah upaya menyalakan kembali api kepahlawanan dalam hati setiap anak bangsa. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan para pahlawannya. (*)