MAKASSAR, LINISIAR.ID – Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tengah melaksanakan monitoring dan evaluasi (Monev) tahap pertama, setelah dua bulan Tim Pendamping Gizi ditempatkan di masing-masing lokus sejak 14 Mei 2022 lalu.
Hal ini disampaikan Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, Andi Nurseha, Kamis (4/8/2022).
“Kegiatan Monev ini melibatkan OPD lintas sektor, TGUPP, tim pakar Unhas, kepala desa dan camat wilayah setempat. Setelah itu baru dilanjutkan dengan turun ke lapangan untuk melihat kondisi riil data yang diperoleh oleh Tim Pendamping Gizi,” kata Nurseha, Kamis (4/8/2022).
Dijelaskannya, keterlibatan penuh OPD lintas sektor sangat menunjang keberhasilan program pengentasan stunting di wilayah lokus.
Ia memberi contoh, jika ada keluarga yang tidak memiliki kartu jaminan kesehatan, maka pihaknya bisa melakukan koordinasi bersama Dinas Sosial.
Contoh lain, adalah soal ketersediaan air bersih dalam wilayah lokus. Melalui Monev ini, Dinkes dapat mengomunikasikan dengan dinas terkait untuk ditindaklanjuti.
“Ada determinan yang perlu dibackup misalkan untuk pastikan satu keluarga wajib memiliki kartu jaminan kesehatan, kami harus berkoordinasi di dinas sosial. Alhamdulillah teman-teman Dinsos sangat luar biasa care, ketika dikoordinasikan langsung bisa diproses,” jelas Andi Nurseha.
Menurutnya, pemilihan 10 lokus dengan angka prevalensi stunting tertinggi didasarkan pada data Elektornik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (ePPGBM) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
“Langkah awal mereka harus lakukan pengumpulan baseline data. Selanjutnya dari data EPPGBM, tapi otomatis untuk tahun ini mereka turun untuk mengumpulkan data real di lapangan, selanjutnya dari data real melalui instrumen data baru mereka bisa lanjut ke tahap wawancara dan pemeriksaan,” ujarnya.
Selanjutnya, kata Andi Nurseha, dilakukanpemeriksaan untuk menentukan adanya stunting melalui metode Antropometri. Metode ini diatur dalam Permenkes Nomor 2 Tahun 2022 berupa pengukuran tinggi, berat badan, lingkar badan, bukan hanya pada Balita dan anak, namun juga pada remaja, ibu hamil dan menyusui, serta calon ibu.
Untuk menuntaskan seluruh data dan pemeriksaan pada masing-masing lokus, Tim pendamping Gizi dibantu baik oleh tenaga Posyandu, Puskesmas maupun perangkat desa.
“Di lokus itu penduduk banyak petani kadang tidak ke posyandu jadi Tim Pendamping door to door. Ini dibantu oleh Kader Posyandu, aparat desa, terus ada tenaga puskesmas, tapi yang melakukan pengukuran tetap dari Tim Pendamping,”jelasnya.
Telah dilakukan monitoring dan evaluasi pada 14 Kabupaten/Kota di antaranya Kabupaten Luwu Utara, Kepulauan Selayar, Jeneponto, Barru, Sinjai, Bone, Maros, Pangkep, Tana Toraja, Soppeng, Wajo, Sidrap, Kota Makassar dan Parepare.
Hingga saat ini, proses Monev terus berlanjut dan tengah dilaksanakan di Kabupaten Luwu.
Intervensi berupa pemberian biskuit untuk ibu hamil dan vitamin (taburia) juga tengah didistribusikan di 240 lokus stunting.
Andi Nurseha menyebutkan, pada Agustus hingga sepetember tahun ini akan kembali dilakukan survey status Gizi Indonesia.
“Semoga angka stunting terus turun di Sulsel,”.
Pengetasan stunting atau anak tumbuh kerdil merupakan program nasional untuk menciptakan generasi emas yang didukung penuh oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.
Secara serius, untuk mencapai target 14% prevalensi penurunan stunting tahun 2022, Gubernur Andi Sudirman membentuk Tim Pendamping Gizi yang telah tersebar pada 10 lokus di masing-masing 24 Kabupaten/Kota.
Program Aksi Stop Stunting yang diinisiasi Gubernur Andi Sudirman telah menunjukkan penurunan signifikan prevalensi stunting di Sulsel. Angka stunting di Sulsel pada tahun 2018 mencapai 35,6% (Riskesda 2018), tahun 2019 angka stunting menurun hingga 30,5% (SSGBI 2019).
Sementara dari data ePPGBM, angka stunting tahun 2020 pada bulan Februari 12,3% dan bulan Agustus 11%. Sementara di tahun 2021 bulan Februari angka stunting menurun hingga 9,6% dan bulan Agustus turun hingga 9,08%. (*)