Politisi Demokrat Hinca Panjaitan: Keputusan MK Tentang Usia Capres-Cawapres Bisa Akibatkan Gempa

Bagikan

MAKASSAR, LINISIAR.ID – Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyebutkan, telah merampungkan sikap final masing-masing terkait gugatan syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden (Capres dan cawapres). Dan sikap tersebut, putusannya akan dibacakan Senin 16 Oktober 2023 mendatang, dan banyak mendapat tanggapan dari banyak pihak.

Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Panjaitan saat berada di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat 13 Oktober 2023 pun ikut angkat bicara terkait kemungkinan putusan MK tentang syarat usia capres dan cawapres, yang menyebutkan jika pemilihan umum (Pemilu) kali ini lahirkan gempa bumi yang episentrumnya agak tinggi.

“Orang menunggu hari Senin. Dan saya ingin katakan, bahwa mungkin inilah Pemilu yang paling apa namanya, gempa buminya agak tinggi, karena signal-signal gempanya sudah ada sejak dini. Salah satunya, sudah mendekati episentrum dan sebentar lagi mau pendaftaran bakal capres dan cawapres,” seru Hinca.

Menurutnya, keputusan majelis hakim MK, yang akan dibacakan Senin nanti, harus dibacakan pelan-pelan, karena penafsirannya akan beragam, dan sangat berdekatan dengan masa pendaftran bakal capres-cawapres yang dimulai 19 Oktober 2023.

Faktanya lagi kata Hinca, dari tiga capres yang ada, ada dua capres yang belum memiliki cawapres. “Sekarang pertanyaannya, substansinya apa? Substansi yang diuji, sepanjang tentang batas usia yang tidak dikait-kaitkan dengan pencapresan besok, tentu ini normal, hak konstitusional semua orang termasuk orang-orang muda, pemimpin-pemimpin muda punya kesempatan di situ,” urai Hinca.

Disebutkan politisi Partai Demokrat ini, secara konstitusional itu hak semua orang, tetapi jika ini dikaitkan dengan proses pencapresan besok (Pemilu 2024), sehingga seseorang menjadi boleh mencapres dengan menggunakan putusan MK ini, tentu akan jadi perdebatan yan besar dari perspektif politik.

“Apalagi nanti, cawapres itu ada hubungannya dengan proses yang ada di dalam MK itu. Tapi kan kita tidak bisa menjawab siapa itu. Tapi jika nanti ada orang itu, kemudian ada korelasi dengan majelis hakimnya, tentu ada hal-hal yang mengganggu jalan pikiran kita ini,” lanjutnya.

Hinca lalu menegaskan, posisi substansinya yang dibahas adalah batas umur itu sebenarnya, clear dalam perspektif DPR. Jika merujuk pada istilah open legal policy, artinya, itu kewenangan penuh oleh, aatau ada pada pembuat kewenangan (Undang-undang) bukan koreksi oleh MK untuk mengatakan umur sekian dan seterusnya, bukan kewenangannya MK.

“Kalau mau bikin syarat-syarat jadi presiden, gubernur, bupati, itu adalah open legal policy yang menjadi keputusan politik yang diambil secara bersama, dan ruangnya ada di DPR. Jadi normanya, bukan MK yang memutuskan, tapi DPR bersama pemerintah. Jd apa pun putusannya besok, akan menjadi sangat menarik, kalau diikuti oleh orang lain yang mendapatkan manfaat atas putusan itu,” pungkas Hinca. (*)